-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan yayasan

Iklan TT

Indeks Berita

May Day 2025, Izhar Daulay: Ini Hari Perlawanan, Bukan Hari Bersenang-senang

1 Mei 2025 | 1.5.25 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-01T14:07:59Z

May Day 2025, Izhar Daulay: Ini Hari Perlawanan, Bukan Hari Bersenang-senang




Medan, 1 Mei 2025 — Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day di Sumatera Utara diwarnai dengan aksi orasi dari Izhar Daulay, aktivis buruh yang juga merupakan pimpinan Solidaritas Himpunan Buruh (SOHIB), yang tergabung dalam Aliansi Kemarahan Buruh dan Rakyat Sumatera Utara (AKBAR SUMUT). Aksi tersebut berlangsung di depan Kantor DPRD Sumut, Medan.



Dalam orasinya, Izhar menegaskan bahwa May Day sejatinya adalah momentum perlawanan, bukan perayaan yang penuh hiburan. Ia mengajak para pekerja untuk kembali mengingat sejarah perjuangan buruh, termasuk sosok Marsinah — aktivis buruh perempuan yang gugur karena memperjuangkan hak atas upah layak pada masa Orde Baru.





“May Day adalah hari perlawanan, bukan hari untuk bersenang-senang. Kita harus mengingat Marsinah, yang dibunuh karena memperjuangkan hak buruh. Semangat itu jangan pernah padam,” ujar Izhar lantang.



Menjelang May Day 2025, Izhar menyoroti masih banyaknya persoalan ketenagakerjaan yang belum terselesaikan, seperti upah minimum yang tidak sesuai standar, tunjangan hari raya (THR), jaminan sosial ketenagakerjaan (BPJS), keselamatan dan kesehatan kerja (K3), jam kerja yang berlebihan, hingga penahanan ijazah oleh perusahaan.



Tak hanya itu, Izhar juga menyinggung maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang tidak diimbangi dengan jaminan atau perlindungan nyata dari negara. “Ini pekerjaan rumah besar bagi pemerintah. Ketika banyak pekerja di-PHK, negara seharusnya hadir dengan perlindungan nyata,” tegasnya.



Kritik tajam juga dilayangkan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Izhar menyayangkan tindakan Gubernur Sumut yang dikabarkan membeli kue tart seharga lebih dari Rp40 juta, di tengah kesulitan ekonomi dan tingginya angka pengangguran. “Ini sangat melukai hati para pekerja yang di-PHK dan para pencari kerja. Di saat pemerintah pusat sedang melakukan efisiensi, ini malah sebaliknya,” kecamnya.



Izhar juga menyoroti lemahnya penegakan hukum terhadap perusahaan yang membayar upah di bawah upah minimum. “Ini pelanggaran pidana, tetapi masih banyak perusahaan yang melanggarnya dan seolah-olah kebal hukum,” ungkapnya.



Menutup orasinya, Izhar menyerukan semangat juang kepada para pekerja: “Perjuangan kita masih panjang. Kalau kesejahteraan dan keadilan tidak kita dapatkan di negeri ini, maka hanya ada satu kata: LAWAN!”

Liputan : Gajah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update