Malam ini diliputi udara yang sangat sejuk, sesejuk kalbu para pecinta yang telah berhasil menghilangkan kebencian, iri-dengki, takabur, sombong, ria, ujub, dan ghibah. Sehingga lahir kedamaian-mendamaikan-perdamaian. Sebab mereka sudah tuntas melakukan pertempuran maha dahsyat didalam jiwa-hati-pikiran mereka sendiri dan mereka telah berhasil melahirkan nilai-nilai luhur, penuh dengan kearifan dan kebijaksanaan pada tindakan lisan, tulisan serta perbuatan.
Sesungguhnya pemuda itu secara filosofis adalah manusia galau-dilema-mencari pada dirinya sendiri, mereka adalah jiwa-jiwa yang berada dalam puncak kebingungan yang sangat mendalam. Sebuah benturan-benturan spektakuler hadir dalam keseharian anak muda, apakah itu soal keimanan ataukah keilmuan. Disini pemuda 17-25 tahun biasanya memasuki masa transisi yang cukup mencengangkan. Betapa tidak, ditangan anak-anak muda inilah dunia dapat merasakan getaran-getaran dahsyat penuh dengan hal-hal baru yang tidak pernah terfikirkan sebelumnya. Karena dalam masa kegalauan yang memuncak terlampau tinggi mereka akan melahirkan pemikiran-pemikiran, tindakan-tindakan yang spektakuler.
Tentu dalam hal ini, ada sisi positif dan negatif.
Pemuda dapat bertindak brutal, arogan dan sangat mengerihkan jika tidak dikendalikan dengan baik. Maka penting kiranya para pemuda mengisi jiwanya dengan muatan-muatan yang baik. Tentu yang pertama adalah muatan spiritual, kedua muatan intelektual dan ketiga adalah muatan emosional. Sehingga dari muatan-muatan itulah nantinya akan lahir pemuda-pemuda yang tangguh dan dapat menjadi pewaris peradaban dunia yang baik dimasa depan.
Tapi ada yang menarik saya kira dari ucapan Bung Karno yang mengatakan; "ada kalanya dalam hidup mu engkau ingin sendiri saja, menceritakan segala yang ada dalam hidup bersama angin..." saya mengambil hikmah dari ucapan beliau bahwa jika kita terus dalam kerumunan massa, kebisingan manusia dan teknologi maka sulit sekali kita menjadi manusia yang objektif, ideal dan memiliki karakter yang baik. Sehingga penting saya kira bagi kita untuk melakukan kontemplasi, perenungan, muhasabah, tadabbur atau tafakkur. Seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW di Gua Hira saat mendapati kegundahan yang mendalam tentang kehidupan dunia yang dianggapnya sudah tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma kebenaran dan kebaikan. Bukan hanya Nabi Muhammad SAW saja, ada juga sosok Siddharta Gautama yang keluar dari Istana kediamannya dan memilih melihat kehidupan diluar Istana yang kemudian ia melihat kekacauan, huru-hara, kemiskinan, penindasan dan perbudakan. Hingga pada akhirnya ia melakukan pertapaan-persemedian-perenungan suci sampai ia mendapatkan wahyu-petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang membuat jiwanya gelisah.
Itulah mungkin yang dilakukan oleh para Sufi ketika mereka melakukan Suluk Ling-Lung pada masa Wali Songo, mereka melakukan perenungan-pemasrahan jiwa-pengosongan diri dengan harapan mendapatkan ilham atau petunjuk dari Allah SWT.
Wallahu 'alam...
Founder Komunitas Remaja Masjid Enterpreneur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar